You must have JavaScript enabled in order to use this theme. Please enable JavaScript and then reload this page in order to continue.
Loading...
Logo Desa Gemurung
Gemurung

Kec. Gedangan, Kab. Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur

Selamat Datang di Web Desa Gemurung Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo, Senyum, Salam dan Sapa

Peringatan Haul KH. Sulaiman ke-46 di Desa Gemurung Berlangsung Khidmat dan Meriah

Desa Gemurung 16 Juni 2025 Dibaca 146 Kali
Peringatan Haul KH. Sulaiman ke-46 di Desa Gemurung Berlangsung Khidmat dan Meriah

Gemurung, 15 Juni 2025 — Rangkaian acara peringatan Haul ke-46 KH. Sulaiman di Desa Gemurung, Kecamatan Gedangan, Kabupaten Sidoarjo, berlangsung dengan penuh khidmat dan antusiasme masyarakat. Haul ini menjadi agenda rutin tahunan untuk mengenang perjuangan dakwah dan keteladanan almarhum KH. Sulaiman dalam membangun pondasi keislaman di wilayah tersebut.

Acara dimulai pada Sabtu, 14 Juni 2025, dengan Khataman Al-Qur’an di Musholla Bi’rul Ulum sejak pukul 05.00 WIB. Kegiatan ini diikuti oleh para santri, jamaah, dan warga sekitar sebagai bentuk tasyakur dan penghormatan spiritual kepada pendiri YPI Bi’rul Ulum.

Esok harinya, Ahad, 15 Juni 2025, suasana Desa Gemurung semakin semarak dengan Khitanan Massal yang dilaksanakan di Gedung YPI Bi’rul Ulum. Puluhan anak mengikuti kegiatan ini, yang tidak hanya menjadi ajang sosial keagamaan, tetapi juga mempererat solidaritas antarwarga.

Puncak acara digelar pada sore hari dengan Haul dan Ceramah Agama di lapangan depan YPI Bi’rul Ulum. Ribuan jamaah memadati lokasi untuk mengikuti tausiyah dari dua ulama besar, yakni KH. Rois dari Jombang dan KH. Sihabuddin dari Sepanjang.

Dalam ceramahnya, KH. Rois menyampaikan kisah-kisah inspiratif dan penuh makna tentang masa kecilnya di Gemurung, serta mengenang sosok KH. Sulaiman sebagai kiai yang sederhana, dermawan, dan penuh keteladanan. Ia bahkan mengungkapkan bahwa dirinya dahulu disunat di pojok Musholla Bi’rul Ulum, saat bangunan dan fasilitas masih sangat sederhana. “Saya dulu sunat di sana, belum ada dokter, ditarik saja. Tapi saya merasa bangga, karena dari kecil sudah dekat dengan sosok seperti KH. Sulaiman,” tutur beliau disambut tawa dan tepuk tangan hadirin.

KH. Rois juga menekankan pentingnya istiqamah, wirai (kehati-hatian dalam hal halal dan haram), serta kerendahan hati, sebagaimana yang dicontohkan KH. Sulaiman. Ia menyampaikan bahwa karomah sejati tidak hanya berupa hal-hal yang luar biasa, tetapi juga berupa karomah pemikiran, yakni kemampuan berpikir demi kemajuan umat.

Tak lupa, ia menyentil persoalan sosial dengan gaya khasnya yang humoris namun mengena. “Kalau beli rambutan satu kilo, timbang dulu, jangan dicicipi terus tidak jadi beli. Rezeki penjual bisa seret. Hati-hati, itulah wirai,” pesan KH. Rois, menyelipkan nasihat dengan kearifan lokal yang membumi.

Setelah selesai Ceramanya langsung di sambung dengancerama yang ke dua yaitu KH. Sihabuddin, dalam membuka ceramahnya dengan candaan khas kiai kampung, menyebut KH. Rois sebagai "produk asli Made in Gemurung" dan mengibaratkan dirinya sebagai tamu yang harus manut. Namun, beliau menekankan bahwa walau hanya diberi waktu seperempat jam, isi ceramahnya tetap mengandung pesan penting, khususnya tentang peringatan haul.

Haul, menurut beliau, bukan sekadar tradisi, tapi bentuk doa dan penghormatan kepada para pendahulu, khususnya para ulama, sesepuh, dan muassis (pendiri). Ia menyayangkan bahwa generasi sekarang lebih terpengaruh oleh tren di media sosial seperti YouTube, TikTok, dan Facebook, sehingga tradisi seperti haul tidak seramai dulu. Karena itu, beliau mengajak semua yang hadir untuk nguri-uri dan ngramékké tradisi haul demi menjaga warisan para sepuh.

KH. Shihabuddin kemudian mencontohkan sosok Kiai Adi, seorang ulama besar yang awalnya tidak dikenal saat mondok, tapi menjadi besar setelah pulang ke kampung dan menghidupkan kembali amalan dan jejak para sepuh, termasuk yang dilakukan oleh Mbah Kiai Sulaiman. Dengan bertanya kepada para sesepuh, Kiai Adi merekonstruksi satu per satu amalan para leluhur, dan dari sanalah barokah turun.

Beliau mengutip bait dalam nadoman:

“Wam yusyabih abahu fama dholama”
Siapa yang meniru tindak tanduk orang tuanya, maka ia tidak zalim.

Sebaliknya, siapa yang tidak meneladani leluhurnya, maka termasuk dalam golongan orang zalim. Ini jadi peringatan keras khususnya kepada keturunan Mbah Kiai Sulaiman, agar tidak meninggalkan jejak dan perjuangan beliau.

KH. Shihabuddin juga menyampaikan pesan Abuya Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki:

“Jangan jadikan pesantren sebagai lahan untuk mengais rezeki.”
Ini penting, agar lembaga seperti pesantren tetap murni sebagai tempat menyebar ilmu dan membangun peradaban.

Di akhir ceramahnya, KH. Shihabuddin menegaskan bahwa orang tua dalam Islam itu ada tiga:

  1. Orang tua biologis.
  2. Mertua
  3. Guru yang mengajari kita ilmu.

Maka dari itu, menghormati dan mendoakan mereka adalah kewajiban. Dan sebagai dzurriyah (keturunan) dari Mbah Kiai Sulaiman, beliau menyerukan agar seluruh keluarga, mantu, cucu, dan santri ikut menjaga dan melanjutkan perjuangan sang pendiri. Jangan sampai kita disebut zalim hanya karena tidak sanggup meneruskan amanah yang diwariskan.

Ceramah ditutup dengan doa dan harapan agar semua yang hadir mendapat keberkahan dari Mbah Kiai Sulaiman dan syafaat dari Rasulullah.

Peringatan haul ditutup dengan acara Sholawat Ishari pada malam harinya, kembali digelar di Musholla Bi’rul Ulum. Lantunan sholawat menggema, membangkitkan rasa cinta kepada Nabi Muhammad SAW sekaligus mengenang perjuangan para ulama terdahulu.

Haul KH. Sulaiman ke-46 ini bukan hanya menjadi ajang mengenang sosok ulama besar, tetapi juga momentum spiritual dan sosial yang mempersatukan warga dalam nilai-nilai keislaman dan kebudayaan lokal yang luhur.

selengkapnya bisa dilihat di : https://www.youtube.com/live/dDQN0aH7kXs